anime

STOP NARKOBA....!

cursor

FGFG

sssss

Selasa, 25 September 2012

MANFAAT BERBAKTI PADA ORANG TUA

Manfaat berbakti kepada orang tua

Oleh

Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Di Antara Fadhilah (Keutamaan) Berbakti Kepada Kedua Orang Tua.

Pertama
Bahwa berbakti kepada kedua orang tua adalah amal yang paling utama. Dengan dasar diantaranya yaitu hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim, dari sahabat Abu Abdirrahman Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu.

“Artinya : Dari Abdullah bin Mas’ud katanya, “Aku bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang amal-amal yang paling utama dan dicintai Allah ? Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, Pertama shalat pada waktunya (dalam riwayat lain disebutkan shalat di awal waktunya), kedua berbakti kepada kedua orang tua, ketiga jihad di jalan Allah” [Hadits Riwayat Bukhari I/134, Muslim No.85, Fathul Baari 2/9]

Dengan demikian jika ingin kebajikan harus didahulukan amal-amal yang paling utama di antaranya adalah birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua).

Kedua
Bahwa ridla Allah tergantung kepada keridlaan orang tua. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad, Ibnu HIbban, Hakim dan Imam Tirmidzi dari sahabat Abdillah bin Amr dikatakan.

“Artinya : Dari Abdillah bin Amr bin Ash Radhiyallahu ‘anhuma dikatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ridla Allah tergantung kepada keridlaan orang tua dan murka Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua” [Hadits Riwayat Bukhari dalam Adabul Mufrad (2), Ibnu Hibban (2026-Mawarid-), Tirmidzi (1900), Hakim (4/151-152)]

Ketiga
Bahwa berbakti kepada kedua orang tua dapat menghilangkan kesulitan yang sedang dialami yaitu dengan cara bertawasul dengan amal shahih tersebut. Dengan dasar hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Ibnu Umar.
“Artinya : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pada suatu hari tiga orang berjalan, lalu kehujanan. Mereka berteduh pada sebuah gua di kaki sebuah gunung. Ketika mereka ada di dalamnya, tiba-tiba sebuah batu besar runtuh dan menutupi pintu gua. Sebagian mereka berkata pada yang lain, ‘Ingatlah amal terbaik yang pernah kamu lakukan’. Kemudian mereka memohon kepada Allah dan bertawassul melalui amal tersebut, dengan harapan agar Allah menghilangkan kesulitan tersebut. Salah satu diantara mereka berkata, “Ya Allah, sesungguhnya aku mempunyai kedua orang tua yang sudah lanjut usia sedangkan aku mempunyai istri dan anak-anak yang masih kecil. Aku mengembala kambing, ketika pulang ke rumah aku selalu memerah susu dan memberikan kepada kedua orang tuaku sebelum orang lain. Suatu hari aku harus berjalan jauh untuk mencari kayu bakar dan mencari nafkah sehingga pulang telah larut malam dan aku dapati kedua orang tuaku sudah tertidur, lalu aku tetap memerah susu sebagaimana sebelumnya. Susu tersebut tetap aku pegang lalu aku mendatangi keduanya namun keduanya masih tertidur pulas. Anak-anakku merengek-rengek menangis untuk meminta susu ini dan aku tidak memberikannya. Aku tidak akan memberikan kepada siapa pun sebelum susu yang aku perah ini kuberikan kepada kedua orang tuaku. Kemudian aku tunggu sampai keduanya bangun. Pagi hari ketika orang tuaku bangun, aku berikan susu ini kepada keduanya. Setelah keduanya minum lalu kuberikan kepada anak-anaku. Ya Allah, seandainya perbuatan ini adalah perbuatan yang baik karena Engkau ya Allah, bukakanlah. “Maka batu yang menutupi pintu gua itupun bergeser” [Hadits Riwayat Bukhari (Fathul Baari 4/449 No. 2272), Muslim (2473) (100) Bab Qishshah Ashabil Ghaar Ats Tsalatsah Wat-Tawasul bi Shalihil A'mal]

Ini menunjukkan bahwa perbuatan berbakti kepada kedua orang tua yang pernah kita lakukan, dapat digunakan untuk bertawassul kepada Allah ketika kita mengalami kesulitan, Insya Allah kesulitan tersebut akan hilang. Berbagai kesulitan yang dialami seseorang saat ini diantaranya karena perbuatan durhaka kepada kedua orang tuanya.

Kalau kita mengetahui, bagaimana beratnya orang tua kita telah bersusah payah untuk kita, maka perbuatan ‘Si Anak’ yang ‘bergadang’ untuk memerah susu tersebut belum sebanding dengan jasa orang tuanya ketika mengurusnya sewaktu kecil.

‘Si Anak’ melakukan pekerjaan tersebut tiap hari dengan tidak ada perasaan bosan dan lelah atau yang lainnya. Bahkan ketika kedua orang tuanya sudah tidur, dia rela menunggu keduanya bangun di pagi hari meskipun anaknya menangis. Ini menunjukkan bahwa kebutuhan kedua orang tua harus didahulukan daripada kebutuhan anak kita sendiri dalam rangka berbakti kepada kedua orang tua. Bahkan dalam riwayat yang lain disebutkan berbakti kepada orang tua harus didahulukan dari pada berbuat baik kepada istri sebagaimana diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma ketika diperintahkan oleh bapaknya (Umar bin Khaththab) untuk menceraikan istrinya, ia bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ceraikan istrimuu” [Hadits Riwayat Abu Dawud No. 5138, Tirimidzi No. 1189 beliau berkata, "Hadits Hasan Shahih"]

Dalam riwayat Abdullah bin Mas’ud yang disampaikan sebelumnya disebutkan bahwa berbakti kepada kedua orang tua harus didahulukan daripada jihad di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Begitu besarnya jasa kedua orang tua kita, sehingga apapun yang kita lakukan untuk berbakti kepada kedua orang tua tidak akan dapat membalas jasa keduanya. Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari disebutkan bahwa ketika sahabat Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma melihat seorang menggendong ibunya untuk tawaf di Ka’bah dan ke mana saja ‘Si Ibu’ menginginkan, orang tersebut bertanya kepada, “Wahai Abdullah bin Umar, dengan perbuatanku ini apakah aku sudah membalas jasa ibuku.?” Jawab Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma, “Belum, setetespun engkau belum dapat membalas kebaikan kedua orang tuamu” [Shahih Al Adabul Mufrad No.9]

Orang tua kita telah megurusi kita mulai dari kandungan dengan beban yang dirasakannya sangat berat dan susah payah. Demikian juga ketika melahirkan, ibu kita mempertaruhkan jiwanya antara hidup dan mati. Ketika kita lahir, ibu lah yang menyusui kita kemudian membersihkan kotoran kita. Semuanya dilakukan oleh ibu kita, bukan oleh orang lain. Ibu kita selalu menemani ketika kita terjaga dan menangis baik di pagi, siang atau malam hari. Apabila kita sakit tidak ada yang bisa menangis kecuali ibu kita. Sementara bapak kita juga berusaha agar kita segera sembuh dengan membawa ke dokter atau yang lain. Sehingga kalau ditawarkan antara hidup dan mati, ibu kita akan memilih mati agar kita tetap hidup. Itulah jasa seorang ibu terhadap anaknya.

Keempat
Dengan berbakti kepada kedua orang tua akan diluaskan rizki dan dipanjangkan umur. Sebagaimana dalam hadits yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim, dari sahabat Anas Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Barangsiapa yang suka diluaskan rizkinya dan dipanjangkan umurnya maka hendaklah ia menyambung tali silaturahmi” [Hadits Riwayat Bukhari 7/72, Muslim 2557, Abu Dawud 1693]

Dalam ayat-ayat Al-Qur’an atau hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dianjurkan untuk menyambung tali silaturahmi. Dalam silaturahmi, yang harus didahulukan silaturahmi kepada kedua orang tua sebelum kepada yang lain. Banyak diantara saudara-saudara kita yang sering ziarah kepada teman-temannya tetapi kepada orang tuanya sendiri jarang bahkan tidak pernah. Padahal ketika masih kecil dia selalu bersama ibu dan bapaknya. Tapi setelah dewasa, seakan-akan dia tidak pernah berkumpul bahkan tidak kenal dengan kedua orang tuanya. Sesulit apapun harus tetap diusahakan untuk bersilaturahmi kepada kedua orang tua. Karena dengan dekat kepada keduanya insya Allah akan dimudahkan rizki dan dipanjangkan umur. Sebagaimana dikatakan oleh Imam Nawawi bahwa dengan silaturahmi akan diakhirkannya ajal dan umur seseorang.[1] walaupun masih terdapat perbedaan dikalangan para ulama tentang masalah ini, namun pendapat yang lebih kuat berdasarkan nash dan zhahir hadits ini bahwa umurnya memang benar-benar akan dipanjangkan.

Kelima
Manfaat dari berbakti kepada kedua orang tua yaitu akan dimasukkan ke jannah (surga) oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan bahwa anak yang durhaka tidak akan masuk surga. Maka kebalikan dari hadits tersebut yaitu anak yang berbuat baik kepada kedua orang tua akan dimasukkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala ke jannah (surga).

Dosa-dosa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala segerakan adzabnya di dunia diantaranya adalah berbuat zhalim dan durhaka kepada kedua orang tua. Dengan demikian jika seorang anak berbuat baik kepada kedua orang tuanya, Allah Subahanahu wa Ta’ala akan menghindarkannya dari berbagai malapetaka, dengan izin Allah.

[Disalin dari Kitab Birrul Walidain, edisi Indonesia Berbakti Kepada Kedua Orang Tua oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, terbitan Darul Qolam - Jakarta.]

_________

Sabtu, 22 September 2012

Kunci Untuk Mencapai Suatu Keberhasilan dan Kesuksesan

 

  

 > Apakah ini yang Anda Inginkan & BUTUHKAN ? :

 * Kehidupan yang Tenang , Tenteram, Aman dan Berlimpah Rejeki ? >>>
* Mencapai Keberhasilan, Kesuksesan, Meningkat Karir, Jabatan, Usaha dan Penghasilan, Menjadi Pupuler, Dihormati, Disayangi ? >>>
* Keluar dari berbagai Masalah, Hutang dan Kesulitan dalam Kehidupan ? >>>
* Mengetahui Siapa Jodoh Sejatinya dan Cara Mendapatkannya ? >>>

Oleh : Ustadz. Ahmad Yani, SAg
1. Niat (Sugestivitas)

      Niat yaitu tekad mencapai sesuatu disertai dengan perbuatan. Didalam mencapai sesuatu, niat merupakan kunci utama untuk mencapai keberhasilan atau kesuksesan sesuatu yang sedang dikerjakan, karena manusia tanpa tekad dan sifat optimisme yang tinggi maka segala sesuatu yang ia capai tidak akan mempunyai manfaat apa-apa bahkan gagal, karena yang ada pada dirinya rasa tidak yakin atau percaya (pesimis) akan keberhasilan sesuatu yang ia kerjakan.

      Jika manusia mempunyai rasa tidak yakin keberhasilan sesuatu yang dikerjakan sedangkan Allah selalu mengkabulkan sesuatu sesuai dangan yang ia niatkan maka ia sudah berburuk sangka ( Su-udzzon  ) terhadap Allah. Didalam hadits Qudsi, Allah berfirman: "Aku tergantung pada prasangka hambaku " (Niat-sugesti ) terhadap diriku dan Aku selalu bersamanya apabila ia selalu mengingatku". Dalam Hadits lain Nabi bersabda : "Bahwa segala sesuatu perbuatan harus dilandaskan dengan niat dan perbuatan itu sesuai dengan apa yang diniatkan". (HR.Bukhari Muslim) "Perbuatan seorang muslim  yang dilandasi dengan niat lebih baik daripada perbuatan yang tanpa niat".
2. D o ' a
     Sesudah manusia niat mengerjakan sesuatu dan mempunyai rasa optimis (Husnu dzon) terhadap Allah, maka manusia dituntut untuk berdoa memohon diterima segala apa yang ia kerjakan karena Allah Maha Kuasa sedangkan manusia makhluk yang sangat lemah yang selalu tergantung kepada-Nya.
      Sebagai makhluk Allah yang lemah, manusia sangatlah sombong jika tidak mau berdoa, Allah sangatlah murka terhadap orang-orang yang sombong. Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepadaku pasti Aku perkenankan". " Dan orang-orang yang sombong (tidak mau berdoa) kelak mereka akan masuk ke-neraka Jahanam secara hina" (Al-mukmin:60) "Dan apabila hamba-hambaku menanyakan kepadamu tentang Aku, sesungguhnya Aku dekat . Aku memperkenankan permohonan ( Doa ) seseorang bila ia memohon kepada-Ku. Karena itu hendaklah ia mentaati segala perintahku dan beriman kepada-Ku semoga ia selalu dalam kebenaran".  (Al-baqarah:186)
      Doa yang dikabulkan oleh Allah adalah doa yang dilakukan dengan Ikhlas, Khusyu penuh Tawadhu (Rendah hati), yakin akan diterima dan dilakukannya sesuai dengan tatacara doa yang baik. "Berdoalah kepada Tuhanmu dengan merendahkan diri dan suara lembut (khusyu). Sesungguhnya Allah tidak menyenangi orang-orang yang berlebihan". ( Al-a'rof:55 ). "Padahal mereka tidak diperintahkan sesuatu melainkan untuk beribadah kepada Allah dengan Ikhlas (tulus) dan Tekun". (Al-bayyinah:5). Menurut Ahli tafsir : Berdasarkan ayat diatas semua permohonan (doa) hamba Allah pasti diterima, Cuma cara Allah mengabulkan doa hambanya berbeda-beda. Ada tiga cara Allah mengkabulkan doa hambanya:
1.  Dikabulkan Secara Langsung.
     Doa yang langsung dikabulkan adalah doa hamba Allah yang sangat dekat kepada-Nya, dilakukan dengan baik dan Allah menganggap permintaannya harus segera dikabulkan. Doa para Wali Allah dan doa orang yang sedang dianiaya sedangkan ia dalam keadaan lemah dan terdesak biasanya Allah langsung mengabulkannya. "Ketahuilah sesungguhnya Wali-wali Allah itu tidak merasa takut dan tidak pula merasa duka cita.
      Mereka adalah orang-orang yang beriman dan bertaqwa. Untuk mereka berita gembira dalam kehidupan didunia dan akhirat, tidak ada perubahan sedikitpun dalam janji-janji Allah ( terhadapnya ). Itulah keberuntungan yang sangat besar". ( Yunus:61-64 ). Sabda Nabi: "Doanya orang yang teraniaya (lemah dan terdesak) tidak ada Hijab / dinding antaranya dan Allah SWT". 
2. Dikabulkan dengan Cara Berproses.
     Allah mempunyai rahasia yang tersembunyi yang tidak dapat diketahui hakikatnya oleh manusia kecuali atas kehendak-Nya, manusia hanya diperintahkan untuk berdoa memohon sesuatu yang baik . Allah SWT yang menentukan menurut kehendaknya yang Maha Kuasa. Kata seorang Ahli tauhid:  "Manusia hidup mempunyai harapan dan doa sedangkan Allah mempunyai Irodat ( Kehendak )".
      Secara Biologis manusia diciptakan Allah SWT mempunyai sifat tergesa-gesa dan segala sesuatunya ingin secara ringkas dan cepat, padahal segala sesuatu harus melalui proses ,jenjang dan ketekunan ( mujahadah ) yang tinggi untuk mendapatkan hasil yang baik dan  sempurna. "Dan manusia itu diciptakan oleh Allah bersifat lemah". (An-nisa:28) "Sesungguhnya manusia diciptakan dengan sifat gelisah dan kikir . Manakala ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. Dan manakala mendapat keuntungan ia menjadi kikir. Tidak demikian dengan orang-orang yang mendirikan sholat". ( Al-maarij:19-22 ).
      Apabila manusia memohon sesuatu, umpamanya: "Ya Allah sembuhkan penyakit kami atau Ya Allah berilah kami rizki yang melimpah" tanpa diiringi dengan ketekunan berusaha dan tidak bertaqwa kepadaNya maka Allah akan menunda terus sampai orang tersebut sungguh-sungguh berusaha dan bertaqwa.sebab Allah maha tahu ,jika orang tersebut doanya segera dikabulkan kemungkinan akan lupa kepadaNya dan berbuat kejahatan.
3. Doanya disimpan sebagai Amal Shaleh.
     Doa disamping bersifat memohon sesuatu juga mempunyai Dimensi ibadah karena doa sesungguhnya adalah ibadah yang mendapat pahala apabila dikerjakan dan pahala itu akan kita ambil kelak diakhirat. Sabda Nabi : "Doa itu adalah ibadah". "Doa adalah otaknya ibadah". Kata seorang pujangga: "Dunia ini tempat bercocok tanam dan akhirat tempat memetik hasilnya".
4. Ikhtiar (berusaha).......
Bersambung ....

MOTIVASI

Motivasi Berprestasi


Motivasi adalah segala sesuatu yang menggerakkan organisme baik itu sumbernya dari faktor internal ataupun dari faktor eksternal sesuai dengan pendapat beberapa ahli yang akan dikemukakan dalam uraian lebih lanjut. Dalam hal ini Mc Mahon dan Mc Mahon (1986) menyatakan bahwa motivasi merupakan suatu proses yang mengarah pada pencapaian suatu tujuan. Menurut Teevan dan Smith (1967) motivasi adalah suatu konstruksi yang mengaktifkan dan mengarahkan perilaku dengan cara memberi dorongan atau daya pada organisme untuk melakukan suatu aktivitas. Menurut Chauhan (1978) motivasi adalah suatu proses yang menyebabkan timbulnya aktivitas pada organisme sehingga terjadi suatu perilaku.

Woodword (Petri, 1981; Franken, 1982) berkeyakinan bahwa perilaku selain reflek-reflek tidak bakal terjadi tanpa motivasi, yang juga disebutnya dengan istilah drive. Motivasi merupakan suatu konstruksi dengan tiga karakteristik yaitu intensitas, arah dan persisten. Maksudnya motivasi dengan intensitas yang cukup akan memberikan arah pada individu untuk melakukan sesuatu secara tekun dan secara kontinyu. Petri (1981) menyatakan tentang intensitas suatu perilaku, artinya intensitas suatu pengertian bahwa motivasi merupakan suatu kondisi yang menimbulkan dan mengaktifkan perilaku. Proses motivasi dalam menimbulkan dan mengaktifkan perilaku tadi yaitu dengan cara meningkatkan intensitas dan terjadi secara persisten dan mengarah pada tujuan tertentu. Jadi adanya motivasi merupakan indikator kesungguhan dan kontinuitas perilaku yang mengarah pada objek tertentu. Konsep Hunt tentang motivasi (Petri, 1981) adalah segala sesuatu yang mendorong atau menyebabkan timbulnya aktivitas pada organisme baik itu faktor internal atau faktor eksternal adalah motivasi.

Motivasi yang muncul dari dalam diri individu tidak terlepas dari adanya kebutuhan. Faktor utama yang menyebabkan timbulnya suatu kebutuhan dalam kehidupan individu adalah untuk mempertahankan hidup dan memelihara keseimbangan psikis (homeostatis). Adanya kebutuhan tersebut yang akan menimbulkan dorongan atau motif dalam diri individu untuk melakukan tindakan. Sedangkan pandangan Hull (Petri, 1981) tentang teori motivasi didasarkan pada suatu asumsi bahwa perilaku bahwa perilaku timbul karena didorong oleh kepentingan untuk mengadakan pemenuhan atau pemuasan terhadap kebutuhan (need) yang ada pada organisme. Selain itu, Hull berpandangan bahwa timbulnya perilaku  tidak hanya semata-mata karena dorongan yang bermula dari kebutuhan organisme saja. Dorongan oleh Hull dikonsepsikan sebagai kumpulan dari energi yang dapat mengaktifkan tingkah laku atau sebagai motivasional factor sedangkan kebiasaan dipandangnya sebagai nonmotivasional factor.

Berdasarkan pendekatan kognitif diyakini bahwa orang termotivasi atau tidak untuk melakukan sesuatu, banyak tergantung pada pikiran mereka (Petri, 1981). Proses kognisi ini dianggap sebagai proses sebagai proses pengolahan informasi. Informasi dimaksud adalah stimulus yang ditangkap oleh indera kemudian diproses dalam arti ditransformasi, direduksi, dan direkonstruksi untuk dapat dimanfaatkan. Proses tadi bukanlah merupakan suatu mata rantai antara stimulus dengan pikiran yang secara mekanistik dapat menimbulkan dan mengontrol perilaku. Stimulus sebagai sumber informasi dapat mempengaruhi atau mengontrol perilaku tergantung hal tersebut mempunyai arti atau tidak menurut keyakinan dan perasaan individu setelah berlangsungnya proses kognisi (Weiner, 1972).

McClelland (dalam Jaya, 2008) merupakan salah seorang ahli yang mengemukakan teori motivasi yang dikenal dengan social motives theory. Ia mengelompokkan motivasi dalam 3 kategori yakni motivasi berprestasi, motivasi berafiliasi, dan motivasi berkuasa. Dalam hal ini, Motivasi berprestasi merupakan dorongan untuk mencapai sukses, yang diukur berdasarkan standar kesempurnaan dalam diri seseorang. Dorongan ini berhubungan erat dengan pekerjaan yang mengarahkan seseorang untuk mencapai prestasi sebagai suatu usaha untuk mencapai sukses, yang berhasil dalam berkompetisi dengan suatu ukuran keunggulan, ini dapat mengacu pada prestasi orang lain atau prestasinya sendiri yang diraih sebelumnya. Atkinson (dalam Beck, 1990) beranggapan motivasi berprestasi sebagai suatu disposisi usaha untuk sukses. Tendensi kesuksesan ini dapat dirumuskan, berikut:

Ts              = Ms X Ps X Is

Keterangan:

Ts              = Tendensi untuk Sukses

Ms             = Motif untuk Sukses (n.Ach)

Ps              = Kemungkinan untuk sukses

Is               = Insentif dari nilai kesuksesan atau Is - p

Kekuatan tendensi untuk sukses ini tergantung dari beberapa besar nilai atau bobot dari ketiga variabel lainnya, dengan catatan nilai atau bobot tersebut tidak sama dengan nol atau negatif, jika salah satu nilai variabel tersebut nol atau negatif maka tendensi untuk sukses akan bernilai nol atau negatif. Derajat motivasi berprestasi ini berbeda untuk setiap orang, hal ini tergantung pada motif dan sikap positifnya terhadap situasi berprestasi.

Schultz (1982) mendefinisikan kebutuhan berprestasi sebagai suatu kebutuhan seseorang untuk melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya dan memperoleh hasil yang terbaik. Sedang Edwards (dalam putu, 2008) mengartikan sebagai suatu kebutuhan untuk berbuat lebih baik dari orang lain, yang mendorong individu untuk menyelesaikan tugas lebih sukses untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi. 

Heckhausen (dalam Martaniah, 1987) menyatakan bahwa seseorang yang motivasi berprestasinya tinggi mempunyai disposisi penilaian antara lain:

a.              Jika motivasi berprestasi lebih kuat, perbedaan antara bayangan diri yang nyata dan yang ideal akan lebih besar.

b.             Orang yang berorientasi sukses akan lebih mengharapkan kemungkinan sukses, dan yang berorientasi gagal akan lebih mengharapkan kemungkinan kegagalan dalam mencapai kegagalan.

c.              Tingkat aspirasi yang berorientasi sukses biasanya hanya sedang, dan yang berorientasi gagal biasanya terlalu tinggi atau terlalu rendah.

d.             Subjek yang dimotivasi sukses menganggap sukses sebagai akibat faktor yang mantap seperti kemampuan dan menganggap kegagalan bukan karena faktor tersebut, tetapi sebagai akibat kurangnya usaha yang momental.

Kesuksesan dan kegagalan usaha seseorang tergantung pada derajat motivasi berprestasi yang bersangkutan dan hal ini lebih mengacu pada faktor-faktor  internal dan eksternal maupun situasional seperti pengertian motivasi itu sendiri yang merupakan inner drive.

Agak berbeda, pendekatan atas dasar teori instingtif yang menurut Petri (1981) disebut juga pendekatan biologis. Oleh Buck (1988) disebut dengan pendekatan fisiologis. James mengemukakan pendapat bahwa insting adalah suatu impuls yang berada pada daerah motivasi dengan pengertian bahwa insting tadi merupakan suatu kekuatan yang mendorong organisme untuk melakukan suatu aktivitas. James cenderung menganggap insting sinonim dari motivasi James juga menyatakan bahwa timbulnya perilaku tidak hanya semata-mata karena insting saja, tetapi juga didorong oleh suatu tujuan atau suatu pikiran tertentu yang disebut Ideo Motor Insting.

Mc Dougall (Petri, 1981; Buck, 1988) berkeyakinan bahwa semua perilaku disebabkan karena dorongan insting. Timbulnya perilaku tidak semata-mata didasarkan pada teori insting yang cenderung lebih dekat dengan aspek fisiologis dalam struktur kepribadian. Karena ia berpendapat bahwa insting tadi terdiri dari komponen kognitif adalah komponen dari insting yang memungkinkan organisme mengetahui adanya suatu objek yang dapat dijadikan sebagai alat pemuas insting. 

Freud (Weiner, 1972; 1981; Buck, 1988), dalam teorinya tentang motivasi menggunakan istilah energy psikis. Proses timbulnya psikis bermula dari adanya kebutuhan-kebutuhan fisiologis yang menyebabkan timbulnya ketegangan pada organisme. Ketegangan inilah yang menimbulkan insting-insting dan berfungsi menggerakkan atau mengaktifkan dalam rangka meredakan atau mereduksi ketegangan tadi. 

Berbicara tentang insting dalam teori freud, tidak terlepas dari konsep tentang struktur kepribadian manusia yaitu: Id, Ego, dan Super Ego. Id adalah aspek fisiologis, Ego adalah aspek psikologis, dan Super Ego adalah aspek moral dan sosial dari kepribadian. Id adalah gudang raksasa (great reservoir) tempat berkumpulnya insting-insting. Insting oleh Freud dimaksudkan sebagai suatu keadaan yang menentukan proses psikologis untuk mengamati, mengingat, dan membayangkan tentang suatu objek yang berhubungan dengan alat pemuasan kebutuhan dari organisme.

Pengertian kebutuhan untuk berprestasi menurut McClelland (dalam Sobur, 2003) adalah suatu daya dalam mental manusia untuk melakukan suatu kegiatan yang lebih baik, lebih cepat, lebih efektif, dan lebih efisien daripada kegiatan yang dilaksanakan sebelumnya. Ini disebabkan oleh virus mental. Dari pendapat tersebut Alex Sobur mengartikan bahwa dalam psikis manusia, ada daya yang mampu mendorongnya ke arah suatu kegiatan yang hebat sehingga dengan daya tersebut, ia dapat mencapai kemajuan yang teramat cepat.

 Gellermen (1963) menyatakan bahwa orang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi akan sangat senang ia berhasil memenangkan suatu persaingan. Ia berani menanggung segala risiko sebagai konsekuensi dari usahanya untuk mencapai tujuan. Sedangkan motivasi berprestasi menurut Tapiardi (1996) adalah sebagai suatu cara berpikir tertentu apabila terjadi pada diri seseorang cenderung membuat orang itu bertingkah laku secara giat untuk meraih suatu hasil atau prestasi.

Komarudin (1994) menyebutkan bahwa motivasi berprestasi meliputi: 1) kecenderungan atau upaya untuk berhasil atau mencapai tujuan yang dikehendaki, 2) keterlibatan ego individu dalam suatu tugas, 3) harapan suatu tugas yang terlihat oleh tanggapnya subjek, 4) motif untuk mengatasi rintangan atau berupaya berbuat sesuatu dengan cepat dan  baik. McClelland dan Atkinson (1953) menyebutkan bahwa setiap orang mempunyai tiga motif  yakni motivasi berprestasi (achievement motivation), motif bersahabat (affiliation motivation) dan motif berkuasa (power motivation). Sehingga, menurut McClelland dan Atkinson (1953) achievement motivation should be characterized by high hopes of success rather than by fear of failure yang artinya motivasi berprestasi merupakan ciri seorang yang mempunyai harapan tinggi untuk mencapai keberhasilan daripada ketakutan akan kegagalan.

Menurut perspektif humanistik mengenai motivasi (dalam Santrock, 2009) yang menekankan kapasitas siswa untuk pertumbuhan pribadi, kebebasan untuk memilih nasib mereka sendiri, dan kualitas-kualitas positif (seperti bersikap sensitif kepada orang lain). Perspektif ini diasosiasikan secara dekat dengan keyakinan Maslow bahwa kebutuhan dasar tertentu harus dipenuhi sebelum kebutuhan yang lebih tinggi dapat dipuaskan.

Menurut perspektif kognitif mengenai motivasi, pemikiran siswa mengarahkan motivasi mereka. Perspektif kognitif juga menekankan pentingnya penetapan tujuan, perencanaan, dan pemantauan menuju suatu sasaran. Perspektif kognitif berargumen bahwa tekanan eksternal seharusnya kurang ditekankan. Perspektif kognitif merekomendasikan bahwa siswa harus diberi lebih banyak kesempatan dan tanggung jawab untuk mengendalikan hasil prestasi mereka sendiri.    

7 Golongan Manusia Yang Dilindungi Allah Dipadang Masyar


Assalamualaikum Wr Wb

Setiap manusia, termasuk saya dan kita semua pasti mengharapkan pertolongan ketika musibah datang menghampiri kita baik itu ujian maupun hukuman atas dosa yang kita perbuat.

[color=Sungguh bila kita bisa mendapatkan balasan atas apa yang kita lakukan dengan segera, tiada lagi keberanian yang akan lahir mendampingi nafsu serta perbuatan buruk kita.

Mungkin kita bisa meminta bantuan kepada sanak keluarga ketika ujian itu datang ketika hidup didunia.
Namun bagaimana bila dihari akhir nanti, Ketika matahari yang begitu terik berada satu jengkal diatas kepala kita.

Kemana ??
Kepada siapa ??
Dan apa yang bisa menolong kita ketika tiada lagi tempat meminta pertolongan karena setiap manusia sibuk untuk menjaga dirinya sendiri.

Ialah Allah Azza Wajala, Tempat kita mengharapkan dan meminta pertolongan.
Namun tidak semua golongan manusia akan mendapatkan pertolongan-Nya.
Allah Swt hanya memberikan pertolongan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya.
Kepada mereka, manusia yang beriman dan bertaqwa.
Sebagaimana telah disabdakan oleh Rasulullah Saw dan tiada lain ada 7 golongan yang akan diberi naungan perlindungan oleh Allah Swt, antara lain :

1. Pemimpin yang adil
Dia adalah manusia yang paling dekat kedudukannya dengan Allah Ta’ala pada hari kiamat.
“Orang-orang yang berlaku adil berada di sisi Allah diatas mimbar yang terbuat dari cahaya, di sebelah
kanan Ar-Rahman Azza wa Jalla -sedangkan kedua
tangan Allah adalah kanan semua. Yaitu orang-orang
yang berlaku adil dalam hukum, adil dalam keluarga dan adil dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepada mereka.”
(HR. Muslim no. 3406)

2. Pemuda yang senantiasa beribadah kepada Allah.
Dimasa muda begitu banyak godaan yang terjadi bahkan disaat ini semua godaan itu memuncak, dan tatkala seorang pemuda mampu menahan godaan, menghindari penyimpangan karena Taqwanya kepada Allah. Sungguh ia akan mendapatkan pertolongan dari Allah Swt.
Beribadah kepada Allah dalam segala hal, termasuk belajar, menimba ilmu itupun ibadah bila diniatkan karena mencari ridha Allah swt semata.

3. Hamba yang hatinya selalu terikat pada masjid.
Terikatnya hati seseorang dengan masjid hanya akan didapatka oleh siapa saja yang menuntun jiwanya menuju ketaatan kepada Allah.
Hal ini disebabkan karena jiwa manusia pada dasarnya cenderung mendengarkan sesuatu yang buruk.
Dan tatkala ia mampu meninggalkan semua bisikan seta nafsu buruk itu karena kecintaan kepada Allah. Maka tiada balasan melainkan pahala yang teramat besar.

4. Dua hamaba Allah yang bertemu, berkumpul karena Jalan Allah.

5. Seorang hamba laki-laki beriman
Ia yang mampu mengatakan "Aku takut kepada Allah" ketika dalam keadaan sunyi dan tiada seorang pun tahu seraya ada seorang wanita cantik dan berkedudukan tinggi merayu dan menggoda untuk berbuat maksiat.

6. Orang yang bersedekah ikhlas karena Allah.
Bersedekahlah ikhlas hanya karena mengharapkan Ridha Allah, Seraya tangan kiri-mu tiada mengetahui apa yang diperbuat oleh tangan kanan-mu. Ikhlas adalah kuncinya kecintaan Allah.

7. Hamba Allah yang beriman kemudian berdzikir.
Hanya hamba Allah yang beriman, yang dalam keheningan malam mengalahkan rasa kantuknya, yang dalam kesepian meninggalkan kenikmatan dunia hanya untuk berdzikir. Melafadzkan nama Allah hingga jatuh air matanya karena takut kepada-Nya.

= (Tafsir hadist HR. Bukhari Muslim)

Sesungguhnya tidad batasan atas pertolongan dari Allah Swt.
Namun untuk meneguhkan hati kita, marilah kita membangun pribadi yang lebih baik.


Ya Allah,
Engkau lah yang maha mengetahui seperti apa diri kami.
Tiada upaya dari kami yang mampu menolong kami dari kesulitan-Mu.
Melainkan keimanan, serta kesungguhan kami.

Ya Allah,
jadikanlah kami hamba kecil-Mu ini..
Golongan orang-orang yang Engkau lindungi dihari akhir nanti..

Ya Allah,
Hari ini aku bertaubat kepada-Mu..
Terimalah tubuh lemah dan berdosa miliku ini..
Ampuni kami Ya Allah..
Amiin..

GOLONGAN ORANG-ORANG YANG BERIMAN

Golongan orang-orang yang beriman


Termasukkah anda dalam tanda-tanda orang beriman berikut??

Setiap malam semenjak pintu gerbang bulan Ramadhan terbuka selalu berhiaskan akan nada-nada, senandung dan nyanyian suci ayat-ayat Allah. Seusai maghrib, setelah Tarawih, ketika selesai Shalat Subhu  lingkungan kita bagaikan diselimuti jubah suci gumpalan ayat-ayat, asma Allah, nama Allah, shalawat rasul dan segala macam hal yang berbau memuji  Allah dan menyatakn kebesaranNya. Allahu Akbar.
 
Seiring dengan keadaan ini, apa perubahan yang telah kita rasakan selama datangnya bulan suci yang penuh seruan dan pujian ini, sejauh mana getaran hati kita, sejauh mana kepercayaan kita membara, sejauh mana kita menyadari bentangan alam yang begitu megah ini dan sejauh mana kita menyadari sang pencipta keadaan ini.
 
Untuk itu disini aku bermaksud menyampaikan sebuah ayat yang aku sambungkan atas indra dengarku tadi malam ketika akan Shalat Tarawih, sang penceramah yang merupakan seorang pengurus masjid itu memberanikan diri membacakan sebuah ayat yang sangat bermakna untuk kita cerna dan sadari. Ia menyampaikan surah Al-Anfal ayat 2-4, yakni tentang tanda-tanda orang yang beriman, bunyinya sebagai berikut:


Artinya:
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia."(QS.Al Anfal 2-4)
Dari Ayat tersebut telah jelas lah bahwa beberapa tanda-tanda orang yang benar-benar beriman kepada Allah adalah:
Bila disebut nama Allah gemetarlah Hatinya
Apabila Dibacakan Ayat-ayat Allah bertambahlah Imannya
Mereka selalu bertawakal Kepada Allah
Mendirikan Shalat
Menafkahkan (berinfaq, shadaqoh)
Sebagai bahan renungan mari kita koreksi kembali hati kita, sudah kah diri kita termasuk dalam golongan yang disebutkan dalam ayat-ayat tersebut,  sungguh akan merugi jika kita masih belum menyadari sesungguhnya detak hati kita pada bulan yang penuh berkah ini, pernahkah kita merasakan getaran hati ketika ayat-ayat Allah berkumandang, pernahkan getaran hati kita bergejolak saat nama Allahu Akbar dikumandangkan.  
Semoga bermanfaat teman-teman, tetap semangat dan bergembiralah dalam melakukan amalan yang begitu mulia ini. Selamat menikmati hari jum'at yang penuh berkah..Wink

TIGA TINGKATAN KAUM MUSLIMIN

Tiga Tingkatan Kaum Muslimin

(Oleh: Ustadz Ashim Bin Musthafa)

 

(Qs. Fâthir/35:32)

Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu
yaitu Al Kitab (Al Quran) itulah yang benar,
dengan membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya.
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Mengetahui
lagi Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya.

(Qs. Fâthir/35:31)

AL-QUR‘AN MERUPAKAN KEBENARAN DARI ALLAH TA'ALA

Allâh Ta'ala mengabarkan bahwa Al-Qur‘ân yang diwahyukan kepada Rasul-Nya adalah kebenaran. Muatan kebenaran yang terkandung di dalam Al-Qur‘ân memberikan pengertian bahwa seluruh perkara dan urusan yang telah tertera di dalamnya, baik dalam masalah ilahiyyat (aqidah tentang Allâh Ta'ala), perkara-perkara ghaib, maupun perkara-perkara lainnya adalah persis dengan kenyataan yang sebenarnya.

Al-Qur‘ân membenarkan kitab-kitab dan para rasul sebelumnya. Para rasul sebelum Nabi Muhammad shallallâhu 'alaihi wasallam juga telah mengabarkan akan datangnya Al-Qur‘ân. Oleh sebab itu, tidak mungkin seseorang beriman kepada kitab-kitab yang dibawa oleh para rasul (sebelum Nabi Muhammad Shallallâhu 'Alaihi Wasallam) tersebut, akan tetapi mengingkari Al-Qur‘ân. Pasalnya, pengingkaran orang tersebut kepada Al-Qur‘ân bertentangan dengan keimanannya kepada kitab-kitab sebelumnya (karena berita tentang Al-Qur‘ân telah termuat di dalam kitab-kitab tersebut).

Ditambah lagi, keterangan-keterangan dalam kitab-kitab sebelumnya tersebut bersesuaian dengan apa yang tertera di dalam Al-Qur‘ân. Misalnya, Allâh Ta'ala memberi kepada masing-masing umat sesuatu yang sesuai dengan kondisinya.

Dalam konteks ini, syariat-syariat yang berlaku pada zaman dahulu tidak relevan kecuali untuk masa dan zaman mereka. Oleh karena itu, Allâh Ta'ala senantiasa mengutus para rasul, sampai akhirnya ditutup oleh Rasûlullâh Muhammad shallallâhu 'alaihi wasallam. Beliau datang dengan aturan syariat yang relevan untuk setiap tempat dan masa. Demikian ringkasan keterangan Syaikh as-Sa’di rahimahullâh tentang ayat ke 31 dari surat Fâthir.[1]

 

TIGA GOLONGAN KAUM MUSLIMIN

Allâh Ta'ala mengabarkan betapa agung kemurahan dan kenikmatan-Nya yang telah dicurahkan kepada umat Muhammad shallallâhu 'alaihi wasallam. Pilihan Allâh Ta'ala kepada mereka, lantaran mereka umat yang sempurna dengan akalnya, memiliki pemikiran terbaik, hati yang lunak, dan jiwa yang bersih.[2]

Secara khusus, Allâh Ta'ala mewariskan kitab yang berisi kebenaran dan hidayah hakiki (Al-Qur‘ân) kepada mereka. Kitab suci yang juga memuat kandungan al-haq yang ada dalam Injil dan Taurat. Sebab, dua kitab tersebut sudah tidak relevan untuk menjadi hidayah dan pedoman bagi umat manusia, lantaran telah terintervensi oleh campur tangan manusia.[3]

Allâh Ta'ala menggolongkan orang-orang yang menerima Al-Qur‘ân, yaitu kaum muslimin menjadi tiga macam golongan. Golongan pertama disebut zhâlim linafsihi. Golongan kedua disebut muqtashid. Golongan terakhir disebut sâbiqun bil-khairât.

 

Golongan Pertama : zhâlim linafsihi (zhâlim linafsihi)

Makna zhâlim linafsihi merupakan sebutan bagi orang-orang muslim yang berbuat taqshîr (kurang beramal) dalam sebagian kewajiban, ditambah dengan tindakan beberapa pelanggaran terhadap hal-hal yang diharamkan, termasuk dosa-dosa besar.[4] Atau dengan kata lain, orang yang taat kepada Allâh Ta'ala, akan tetapi ia juga berbuat maksiat kepada-Nya. Karakter golongan ini tertuang dalam firman Allâh Ta'ala berikut:[5]

(Qs. at-Taubah/9: 102)

Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka,
mereka mencampur-baurkan perkerjaan yang baik
dengan pekerjaan lain yang buruk.
Mudah-mudahan Allah menerima taubat mereka.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

(Qs. at-Taubah/9: 102)

 

Golongan Kedua: al-muqtashid (al-muqtashid)

Orang-orang yang termasuk dalam istilah ini, ialah mereka yang taat kepada Allâh Ta'ala tanpa melakukan kemaksiatan, namun tidak menjalankan ibadah-ibadah sunnah untuk mendekatkan diri kepada Allâh Ta'ala. Juga diperuntukkan bagi orang yang telah mengerjakan perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan saja. Tidak lebih dari itu.[6] Atau dalam pengertian lain, orang-orang yang telah mengerjakan kewajiban-kewajiban, meninggalkan perbuatan haram, namun diselingi dengan meninggalkan sejumlah amalan sunnah dan melakukan perkara yang makruh.[7]

 

Golongan Ketiga: sâbiqun bil-khairât (sâbiqun bil-khairât)

Kelompok ini berciri menjalankan kewajiban-kewajiban dari Allâh Ta'ala dan menjauhi muharramât (larangan-larangan). Selain itu, keistimewaan yang tidak lepas dari mereka adalah kemauan untuk menjalankan amalan-amalan ketaatan yang bukan wajib (sunnat) untuk mendekatkan diri mereka kepada Allâh Ta'ala.[8] Atau mereka adalah orang-orang yang mengerjakan kewajiban-kewajiban, amalan-amalan sunnah lagi menjauhi dosa-dosa besar dan kecil.[9]

Adalah merupakan sesuatu yang menarik, manakala Imam al-Qurthubi rahimahullâh mengetengahkan sekian banyak pendapat ulama berkaitan dengan sifat-sifat tiga golongan di atas. Sehingga bisa dijadikan sebagai cermin dan bahan muhasabah (introspeksi diri) bagi seorang muslim dalam kehidupan sehari-harinya; apakah ia termasuk dalam golongan pertama (paling rendah), tengah-tengah, atau menempati posisi yang terbaik dalam setiap sikap, perkataan dan tindakan.[10]

 

JANJI BAIK DARI ALLAH TA'ALA KEPADA TIGA GOLONGAN TERSEBUT

Kemudian Allâh Ta'ala menjelaskan bahwa Dia menjanjikan Jannatun-Na’im terhadap tiga golongan itu, dan Allâh Ta'ala tidak memungkiri janji-Nya.

Allâh Ta'ala berfirman:

(Qs. Fâthir/35:33)

(Bagi mereka) surga ‘Adn, mereka masuk ke dalamnya,
di dalamnya mereka diberi perhiasan dengan gelang-gelang dari emas,
dan dengan mutiara, dan pakaian mereka di dalamnya adalah sutera.

(Qs. Fâthir/35:33)

 

Janji Allâh Ta'ala berupa Jannatun-Na’îm kepada semua golongan tersebut, digapai pertama kali – berdasarkan urutan pada ayat – oleh golongan zhâlim linafsih. Hal tersebut menunjukkan bahwa ayat ini termasuk arjâ âyâtil-Qur‘ân. Yaitu ayat Al-Qur‘ân yang sangat membekaskan sikap optimisme yang sangat kuat pada umat. Tidak ada satu pun seorang muslim yang keluar dari tiga klasifikasi di atas. Sehingga ayat ini dapat dijadikan sebagai dasar argumentasi bahwa pelaku dosa besar tidak kekal abadi di neraka. Pasalnya, golongan orang kafir dan balasan bagi mereka, secara khusus telah dibicarakan pada ayat-ayat setelahnya (surat Fâthir/35 ayat 36-37).

Syaikh ‘Abdul-Muhsin al-Abbâd hafizhahullah berkata tentang ayat di atas: “Allâh Ta'ala mengabarkan tentang besarnya kemurahan dan kenikmatan dengan memilih siapa saja yang Dia kehendaki untuk masuk Islam dengan mencakup tiga golongan secara keseluruhan. Setiap orang yang telah memperoleh hidayah Islam dari Allâh Ta'ala, maka tempat kembalinya adalah jannah, kendati golongan pertama akan mengalami siksa atas perbuatan kezhaliman yang dilakukan terhadap dirinya sendiri”.[11]

Hal ini sangat berbeda dengan kondisi Ahlul Kitab. Mereka hanya terbagi menjadi dua kelompok, yakni golongan yang muqtashid dalam beramal, dan golongan kedua yang jumlahnya lebih dominan adalah orang-orang yang amalannya buruk.

Allâh Ta'ala berfirman:

(Qs. al-Mâ‘idah/5:66)

… Di antara mereka ada golongan yang pertengahan.
Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka.

(Qs. al-Mâ‘idah/5:66)

 

MENGAPA ZHÂLIMUN LINAFSIHI DIDAHULUKAN PENYEBUTANNYA DALAM AYAT?

Mengapa golongan zhâlim linafsihi dikedepankan dalam memperoleh janji Jannatun-Na’iim dibandingkan dua golongan lainnya (al-muqatshid dan sâbiqun bil-khairât), padahal merupakan tingkatan manusia yang terendah dari tiga golongan yang ada? Para ulama telah mencoba menganalisa penyebabnya. Sebagian ulama berpendapat, supaya golongan pertama itu tidak mengalami keputus-asaan dari rahmat Allâh Ta'ala, dan golongan sâbiqun bilkhairat tidak silau dan terperdaya dengan amalan sendiri. Sebagian ulama lain menyatakan, alasan mendahulukan golongan zhâlimun linafsihi lantaran mayoritas penghuni surga berasal dari golongan itu. Sebab, orang yang tidak pernah terjerumus dalam perbuatan maksiat jumlahnya sedikit. Ini berdasarkan firman Allâh Ta'ala :

(Qs. Shâd/38:24)

… Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebagian mereka berbuat zhalim kepada sebagian yang lain,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shalih;
dan amat sedikitlah mereka ini…

(Qs. Shâd/38:24)

Secara lebih luas, Imam al-Qurthubi rahimahullâh telah memaparkan pendapat-pendapat ulama yang lain dalam kitab tafsirnya.[12]


PELAJARAN DARI AYAT

  1. Tingginya kemuliaan umat Muhammad Shallallâhu 'Alaihi Wasallam dengan memperoleh anugerah kitab Al-Qur‘an yang memuat kebenaran dan hidayah kitab Injil dan Taurat.

  2. Luasnya rahmat Allâh Ta'ala bagi umat Nabi Muhammad Shallallâhu 'Alaihi Wasallam

  3. Kaum muslimin terbagi menjagi tiga tingkatan dalam beramal.

  4. Pentingnya berlomba-lomba dalam kebajikan.

  5. Orang yang berbuat dosa selain kufur dan syirik tidak kekal di neraka.

  6. Penjelasan mengenai kenikmatan penghuni surga.


Wallahu a’lam.
 

:O --> :O :r --> :r
                               :y --> :y :t --> :t
                                                            :s --> :s :~ --> :~
                                                                                  :v --> :v :f --> :f
:d --> :d :c --> :c
                              :) --> :) :D --> :D
                                                  :$ --> :$ :( --> :(
                                                                         :p --> :p ;) --> ;)
:k --> :k :@ --> :@
                            :# --> :# :x --> :x
                                                      :o --> :o :L --> :L